Tuesday, November 6, 2012

PAHLAWAN KEMERDEKAAN DARI PENJAJAHAN MODERN

Ibu Pertiwi banyak melahirkan putra-putra terbaik bangsa, ironisnya masih ada juga diantara kita yang justru mendukung mereka yang telah terbukti lacut, pelaku Tipikor, Pelaku Tindak Pidana dan bahkan pelanggar HAM berat, maklar proyek, maklar Lembaga Keuangan Dunia untuk mernjadi pemimpin negeri ini. Apakah Ibu Pertiwi tidak semakin sakit ?. Adalah tanggung jawab kita bersama untuk membuat Ibu Pertiwi tidak bersedih hati lagi. Dukung yabg terbaik dan ajak semua komponen bangsa mendukung yang terbaik. Mungkin inilah menyelamatkan Indonesia sebagai pengejawantahan jiwa kepahlawanan kita saat ini ! Jika anda setuju dengan visi dan misi Presiden idaman Kita ini, share link http://www.facebook.com/PresidenIdamanKita ke seluruh sahabat-sahabat kita dan klik like/suka (Darwono Tuan Guru). (Menyambut Hari Pahlawan 2012)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (190). “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (191
Kepejuangan, Keberanian dan Kejujuran juga adalah masalah karakter. Di tengah krisis kepemimpinan nasional,menengok proses regenerasi kepemimpinan negeri ini patut dicermati. Rezim otoriter Orde Baru telah ambil bagian penting dalam memporak-porandakan regenerasi kepemimpinan nasional dan tatanan kepemimpinan secara keseluruhan. Kepemimpinan otoriter militeristiknya telah membangun pola kepemimpinan yang lacut, hipokrit dan antikritik. Kader-kader bangsa yang memiliki karakter seperti itulah yang telah mendapat dempul kosmetik menjadi pemimpin-pemimpin nasional tanpa memiliki akar yang kokoh akan nilai-nilai keperkuangan, patriotisme apalagi pengorbanan. Berkibarnya kepemimpinan mereka tidak lain seperti cream pasta yang biasa menghiasi cake nasional yang berwarna gelap (Topping Leadership).
Gempita reformasi di akhir dasa warsa 90-an,telah membuka peluang bagi setiap anak negeri untuk muncul ke depan dalam proses suksesi kepemimpinan nasional. Namun demikian peluang ini lebih cepat dimanfaatkan oleh pemain-pemain lama dalam konstelasi politik Indonesia dengan jalan berdiaspora ke bebagai wadah yang menggunakan “jaket palsu reformasi”. Pemain-pemain lama yang talah berganti bulu, telah berkamuflase (bukan bermetamorfosis) memerankan dirinya sebagai kupu kupu kertas yang menghiasi puncak-puncak “pohon” indah yang benama Indonesia.
Pola 98 itu , telah menumbuhkan kepemimpinan dengan pendekatan ayakan, yang kuat muncul di atas, seperti juga topping hiasan, coklat atau gula-gula yang kelihatan menarik pada puncak cake raksasa "kepemimpinan nasional". Suksesi kepemiminan memang berjalan, namun hasil suksesi yang mayoritas berasal dari penghuni menara gading ini sejatinya tidak mengakar, kurang menghujam ke akar rumput dan tidak bernafas sebagaimana degup jantung akar rumput. Ironisnya pemimpin (tepatnya petinggi/topper) hasil proses yang demikian ini merasa merekalah penentu segalanya atas arah perjalanan biduk bangsa. Tragisnya, karena mereka merasa dipilih seara syah melalui pesta demokrasi , maka senjata ampuhnya adalah menjadikan “pemilih/pendukung” sebagai kambing hitam, sehingga anak-anak bangsa sering diadu dalam berbagai kasus kebijakan yang kontroversi. Sebuah langkah yang jauh dari sikap kenegarawanan.
Reformasi tahun 98, telah melahirkan banyak sosok yang digadang-gadang layak menjadi Pemimpin namun realitasnya tidak didukung oleh karakter yang baik serta integritas yang dapat diandalkan. Budaya politik bangsa Indonesia masih dibangun atas pemikiran yang menilai bahwa Kepemimpinan itu jabatan bahkan identik dengan jabatan yang basah dengan kekayaan. Sehingga Orang yang memegang kekuasaan politik cenderung memperbesar simpanan harta dan kekayaannya selain untuk kepentingannya sendiri juga untuk mempertahankan jumlah bawahan dan pengikut yang berjuang bersamanya. Pusat kekuasaan bukan lagi pada sistem melainkan lebih kepada orang perorang. Elite politik berusaha agar selalu dekat dengan pucuk Pimpinan sehingga posisinya dalam sistem politik selalu terjaga. Akibatnya, gagal menjadi perwakilan kepentingan rakyat. Dan masyarakatpun seringkali mementingkan orang-perorang daripada kelembagaan. Krisis multi dimensional telah bermetamorfosis menjadi krisis intelektual dan krisis nurani yang bermuara pada krisis identitas dan krisis jati diri.
Saat ini kita dapat merasakan di tengah-tengah kehidupan berbangsa kita dapat menemukan begitu banyak pemimpin-pemimpin palsu, yang tidak seia-sekata, berbeda antara ucapan dan perbuatan, antara janji politik dan realitas kebijakannya setelah mereka terpilih. Kita dengan mudah menemukan kasus kasus yang meprihatinkan, petinggi yang lebih memilih jalan-jalan ketimbang menangani hal-hal yang urgent dan darurat atas apa yang menimpa rakyatnya. Petinggi yang memilih silau dengan pujian-pujian international dari pada melidungi rakyatnya atas kebijakan yang diambilnya.
Sebenarnya, banyak ikhwan-ikhwan yang punya komitmen dan kemampuan yang jauh lebih bagus dari mereka yang ada di panggung sandiwara " Jagad Perpolitikan Indonesia saat ini.Mereka menjaga idealismenya untuk tidak tercemar oleh "pesan sponsor" namun tidak terakomodir dalam proses rekrueitmen kepemimpinan Nasional karena dogma kepartaian yang memang Undang-Undangnya dibuat agar orang-orang partai yang terus berkuasa. Sayangnya rakyat telah muak dengan perilaku orang-orang partai yang memiliki kedudukan. JIka benar semua fraksi terlibat dalam maklar proyek maka jika tidak ada "bedol senayan", penggantian calon-calon penghuni senayan secara total yang ditawarkan oleh partrai-partai pada pemilu legislatif 2014 kelak sama saja Partai-partai menawarkan "daging busuk berpenyakit" kepada pemilih, dan rakyat dipaksa menelannya.
Akan sangat bagus jika mekanisme pemilihan juga mengakomodir Calon Independent di legislatif juga di buka, dengan cara demikian kemungkinan tampil pemimpin-pemimpin yang mengakar bukan polesan instan akan menjadi lebih besar. Sayangnya, lagi-lagi kita terjebak copy paste demokrasi barat yang instrumenya partai politik, ya beginilah jadinya. Harapan kepada ikhwan dan akhwat yang masih memiliki Api kebangkitan di dadanya, yang masih punya komitmen pada Ruju ila Quran wa shunnah dalam makna luas dimanapun berada, kiprah anda untuk menjadi pencerah bagi negeri ini sangat dibutuhkan. Saya sangat yakin dengan integritas saudara-saudara. Diskusi Syawalan Alumni HMI MPO 16 September 2012 untuk mengupayakan alumni kader HMI MPO lebih berperan aktif dalam pembangunan bangsa, semoga tidak sekedar menjadi notulensi diskusi yang beku tanpa makna. Moment Hari Pahlawan 2012 ini, mudah-mudahan benar-benar membangkitkan spirit perjuangan kita. Saatnya kita membumikan khittoh MPO, sebagai Ulul Albab untuk mengamalkan segala potensi yang kita miliki dengan ikhlas dalam kontek Kebangsaan, Keindonesiaan sebagai negara kesatuan yang realitasnya berbhineka. Kader-kader dari berbagai organisasi dan kelembagaan sudah memimpin negeri ini dan beginilah kondisi Indonesia yang kita mahfumi bersama. Saatnya Alumni HMI MPO beserta kader -kadernya berani tampil menjawab tantangan kebutuhan bangsa akan pemimpin yang sejat.
Kita harus yakin, Ibu Pertiwi senantiasa melahirkan putera-putera patriotiknya, puluhan tahun saya aktif di Partai, hingga dicalonkan sebagai Caleg DPR RI oleh masyarakat, saya sangat paham, banyak kader-kader partai yang berpengalaman, kapabel dan berjiwa pejuang untuk menjadi Wakil Rakyat Yang Amanah. Tinggal Paradigma Partai Partai yang harus berubah untuk menjadi partai yang dipercaya. Pilar demokrasi adalah Trust bukan intimidasi seperti saat era otoriter. Kemenangan Jokowi bisa dijadikan pembelajaran bagi pimpinan-pimpinan partai dan kita semua, hanya trust lah yang bisa menggiring hingga bilik suara. Jadi Bangunlah Trust, jadilah orang yang dapat dipercaya .
Catatan : FAHMI MPO atau Forum Alumni HMI MPO adalah wadah tausiah untuk kjita semua terutama Alumni HMI MPO yang kelahirannya bukan saja karena alasan External adanya represifitas Rezim otoriter ORDE BARU, tetapi juga atas mawasdiri internal dan koreksi terutama terkait dengan outcome kader HMI insan Cita untuk lebih utuh dalam "keintelektualan, Keislaman dan Keindonesian" dalam satu Istilah Qur'ani Ulul Albab. Silakan Klik Suka/Like di Face book

No comments:

Post a Comment