Monday, October 24, 2011

MEMBANGUN KARAKTER HOLISTIK GENERASI MUDA


Salah satu thesa The holistic Leadership Center adalah bahwa “dunia akan menjadi tempat bermain anak-anak semua bangsa dan bernyanyi bersama dalam keberagaman” jika dan hanya jika dunia dipimpin oleh Manusia Sempurna (Insan Kamil) dengan karakternya yang holistik. Manusia sempurna dan karakter holistik hanya dimiliki oleh Para Rasul, karena para rasul memang diutus untuk memimpin manusia dari semua bangsa.

Seorang pemimpin dapat menjadi pribadi yang mendekati Insan Kamil (para rasul) jika dan hanya jika dia membiasakan dirinya dan membangun dirinya dengan karakter karakter insan kamil tersebut. Pemimpin yang ingin sukses dengan kepemimpinannya untuk umat yang majemuk harus menjadikan Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah., terutama untuk membangun karakter mulianya.

Laqod kaana lakum fii rosulillahi uswatun hasanah, sungguh pada diri Rasulullah terdapat contoh teladan yang baik bagimu, demikian Al Qur’an menegaskan. Pada ayat lain bahkan Allah SWT memuji rasulullah SAW : dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar benar berbudi pekerti (berkarakter) yang agung. Dengan modal sepert inilah maka Rasulullah SAW menjalankan risalahnya hanyalah untuk menyempurnakan karakter yang mulia , inamaa buitstu li utammima makaarimal akhlaaq, sesumgguhnya aku (Muhammad) tidaklah diutus keculai untuk menyempurnakan karakter yang mulia.

Perbedaan Membangun Karakter Berdasar Uswah Rasul dan Referensi Manusia

Mungkin, ada kesamaan istilah sebagai “jenis-jenis” karakter, seperti jujur, amanah, sabar dll dalam rumusan pembangunan karakter. Namun ada perbedaan fondamental terutama bagi kamu muslimin sebagai mayoritas penduduk negeri ini. Berkarakter sabar, jujur , amanah yang dilandasi oleh niatan ingin mencontoh Rasulullah adalah ibadah karena dia berarti menjalankan Perintah al Quran dan sunah Rasulnya, sedangkan membangun karakter, meski dengan katagori yang sama, namun hanya dilandasi oleh keinginan mempraktekan referensi-referensi lain, tentu bukanlah terkatagori ibadah.

Inilah yang mestinya kita pahami sebagai bangsa yang berketuhanan yang maha esa, karakter takwa dalam konteks keberagamaan Islam. Oleh karenanya, pembangunan karakter bangsa yang sedang digembar-gemborkan, bagi umat Islam Indonesia, bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam, tidak perlu latah menggunakan konsep-konsep yang sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam , konsep akhlak al karimah, akhlak al mahmudah dan akhlak al mazmumah, beserta contoh-contoh kisahnya baik dalam al Quran, AS Sunah, Atsar para sahabat, maupun kisah-kisah yang berhikmah maupun nadzom-nanzom (nyanyian, tembang, legu maupun puisi) yang memuat pengembangan karakter yang terdapat pada kitab-kitab karya Ulama-ulama besar Islam.




Contoh Kekeliruan Pembangunan Karakter Yang Dikembangkan

Salah satu karakter yang dikembangkan dalam Muatan Materi Pembangunan Karakter Bangsa adalah demokrasi. Benarkah demokrasi sebuah karakter ? bukankan demokrasi adalah sebuah sistem, katakanlah sistem nilai, sistem pemerintahan ?

Jika kita telisik, demokrasi bukanlah karakter., mungkin kita dapat menggolongkannya sebagai sistem nilai. Karena siatem nilai maka demokrasi tersusun dari beberapa nilai. Nilai keterpihakan pada rakyat (umat) dalam Islam karakternya disebut sebagai Harits, jika demokrasi barat penentunya adalah nilai mayoritas, maka islam lebih menekankan pada nilai kebenaran. Orang yang cenderung pada nilai kebenaran dia disebut berkarakter Hanif.

Uraian di atas menginformasikan kepada kita, bahwa ada kerancuan dalam menenentukan katagorisasi karakter dengan sistem nilai. Dapatkan sesuatu yang sejak awal sudah rancu menghasilkan bangunan kokoh ? Dapatkah konsep karakter yang rancu menghasilkan pembangunan karakter yang kokoh bagi bangsa ini ?

Karakter Agung



Misi kerisalahan Muhammad SAW sebagaimana sabda beliau sendiri adalah untuk menyempurnakan karakter mulia. Penyempurnaan karakter mulia ini dilakuan dalam upaya terus menerus baik melalui pengetahuan prinsip-prinsipnya maupun dengan pembudayaan melalui amal ibadah berkesinambungan. Karakter disiplin, dibangun melalu pengetahuan kognisinya sebagi contoh, disiplin waktu, kita diberi tarbiyah bahwa dengan waktu kita bisa merugi, waktu sebagai pisau yang siap membunuh kita makan kita perlu disiplin dengan waktu. Pembangunan karakter disiplin ini diterapkan dengan ibadah sholat yang harus sesuai waktunya (ashsholatu ‘alaa waktiha) bahkan hingga 5 kali sehari semalam. Disiplin waktu buka dan sahur saat ibadah puasa, disiplin waktu dalam wukuf dalam ibadah haji, dan ibadah kurban pada hari tasrik, bahkan sampai disipilin timbangan dalam menentukan batas kita harus berzakat untuk emas, hasil panen termasuk zakat fitrah.

Dalam salah satu riwayat pernah datang seseorang melapor kepada Rasulullah SAW, bahwa dia masih sering meninggalkan sholat, masih sering minuman hamr, berjudi dan main wanita. Satui nasehat yang diberikan kepada Rasulullah SAW, dalam kondisi seperti itu adalah asal dia “Jujur” . Kisah ini memberikan kepada kita, bahwa kejujuran (honesty) adalah ruh dari karakter Agung. Kejujuran Rasulullah bahakan sudah diakui oleh masyarakatnya jauh sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, sehingga beliau mendapat julukan Al Amin.

Jika kita sepakat bahwa kejujuran adalah ruh nya karakter mulia, maka sudah menjadi keharusan bahwa kita harus membangun kejujuran ini disetiap diri bangsa indonesia. Apabila hal ini memang menjadi harapan kita bersama, maka kita harus berani merombak berbagai paradigma, berbagai program, berbagai target dan aturan, untuk diselaraskan dengan nilai-nilai kejujuran.

Hal ini perlu kita kedepankan karena kadang karena harus memenuhi tuntutan-tuntutan itu justru kita mengorbankan ruh karakter mulia itu sendiri. Penentuan KKM misalnya, hanya karena label-label tertentu kita harus menetapkan KKM (Kompetensi Kelulusan Minimal) tinggi, dengan tidak jujur, karena berbagai faktornya pada realitasnya tidak dapat mencapai hal tersebut. Kita harus berbohong memebrikan bobot sarana dan prasarana sekian persen, padahal sarana dan prasaran sesungguhnya mumngkin kurang dari separoh atau bahkan mendekati tidak ada, karena ada tapi tidak fungsional sebagaimana seharusnya.



Karena target-target tertentu di bidang pendidikan misalnya, bukannya menjadikan pendidikan sebagai soko guru pembangunan kejujuran tapi justru sebaliknya. Sekolah-sekolah, dijadikan tempat menyemai benih-benih korupsi , manupulasi dan berbagai karakter mazmumah lainnya. Pengatrolan Nilai sekolah agar Nilai Akhir bisa memenuhi kriteria kelulusan, pembagian jawaban melalui mekanisme tertentu saat Ujian Nasional, pengaturan tempat duduk yang memungkinkan terjadinya posisi menentukan prestasi dan lain sebagainya, adalah berbagai fenomena yang mengemuka yang menunjukan bahwa pembanguna karakter bangsa sesungguhnya menghadapi tantangan luar biasa akhibat political will yang ada. Jika kita tidak mengakui hal ini berarti memang kita tidak jujur dan tidak perlu lagi gembar gembor tentang karakter.

Karakter Agung Yang Holistik

Berbicara masalah pembangunan karakter berdasar risalah utama Rasulullah sebagai penyempurna karakter mulia, maka kita akan berbicara pembangunan karakter yang sangat meyeluruh (holistik). Selain karakter-karakter utama yang berkaitan dengan hubungan sesama mausia, Karakter Mulia yang dikembangkan oleh rasulullah juga menyangkut hal-hal bagaimana mencintai alam (for a dan fauna serta alam lainnya) karakater ini disebut Himayah. Hali ini mengemuka dalam konsep pembangunan Karakter Mulia (akhlaqul Karimah) karena realitas menunjukan bahwa terjadinya kerusakan alam raya itu akhibat ulah tangan Manusia, padahal berbuad kerusakan di muka bumi adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam (lihat Q.S. Ar Ruum dan Q.S. Bani Isroil).



Skalanya juga menyeluruh, dari skala yang bersifat pribadi (Sabar, Zuhud, qona’ah, hanif, dll) hingga pada skala yang luas sperti Himayah, Amanah, suja’ah, wiroi, Cinta tanah air (hubul Wathon/patriotisme), hingga masalah ukhuwah islamiah (dunia Islam) maupun ukhuwah insaniah (menganggap manusia sebagai satu persaudaraan) karena dalam Islam manusia adalah Ummat yang satu. Jika membunuh satu jiwa manusia tanpa alasan yang benar, berarti membunuh umat manusia sekuruhnya dan sebaliknya. Oleh karenanya dalam berbagai perbedaan yang ada umat Islam memiliki karakter agung yakni (tasamuh) dan untuk menghindari berbagai hal yang tidakl dikehendaki kita ditopang dengan kareakter agung lain yakni Khusnudzon, tidak belh haasad, hasud maupun karakter mazmumah lain yakni namimah (adfu domba).

Berbagai karakter Mulia dan karakter Mazmumah banyak dikembangkan melalui berbagai kisah penuh hikmah, nadzom, puisi. Lagu bahkan di Indonesia khusunya para wali mengembangkannya melalui tembang dolanan maupun mocopat. Untuk macopat misalnya, kita dapat mengembangkan karakter dari mulai “asal” (Mijil), lahir, megatruh (sekarat) hingga bagaimana kita membangun karakter melalui kesadaran akan kematian (pocung).
Kegagalan Konsep Copy Paste

Sebenarnya, jika kita mau jujur mengakui, sesungguhnya berbagai konsep copy paste yang kita gunakan untuk membangun bangsa ini sungguh telah nyat-nyata menghasilkan “bangsa tanpa bentuk” dan tanpa karakter. Bangsa yang berkarakter “gotong royong” dipaksakan dengan pengembangab karakter individualism dengan sarana perankingan di setiap jenjang pendidikan menghasilkan bangsa yang “bergotong royong” dalam makna negatif (bermafia/ta’awun alal itsmi wal udwan) untuk mencapai ranking kelompoknya dengan menghalalkan segala cara (di sekolah murid –murid yang cerdas diwajibkan memberikan jawaban pada murid lain, kasus ujian Nasional) , pemalsuan Surat , dokumen untuk mencapai tujuan tertentu dll.

Berbagai nilai sosial dan ekonimi barat dicopy paste dan diterapkan melalui berbagai kebijakan, bukan menjadikan bangsa ini sebagai bangsa barat (dan tidak mungkin) namun hanya menciptakan “tikus-tikus” percobaan yang bergerak dengan nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai dimana dia berpijak. Pada sektor ekonomi , kapitalisme, neoliberalisme yang “kiblat persembahannya” adalah pasar bebas, sungguh harus berhadapan dengan mayoritas rakyat bangsa ini yang sesungguhnya membutuhkan proteksi, subsidi dan regulasi yang membumi.

Kegagalan konsep Copy paste ini tentu jangan berulang pada konsep pembangunan karakter bangsa. Sebab karakter suatu bangsa sangat terkait dengan jati diri bangsa itu sendiri. Jika karakter bangsa Indonesia itu in absentia, maka sesungguhnya bangsa ini juga telah in absentia.



Sikap tawadhu kita, terhadap penelisikan sejarah panjang bangsa ini, sungguh memberikan gambaran yang jelas, bahwa bangsa ini telah dibangun karakternya melalui sejarah panjang dengan dinamika kehidupan bangsa itu sendiri dengan landasan nilai-nilai luhur agama yang diyakininya. Sebagai agama mayoritas yang dianut bangsa ini, maka karakter mulia berdasarkan contoh tauladan Manusi Agung Rasulullah SAW telah menjadi landasan yang kokoh dalam mengembangkan karakter bangsa indonesia yang holistik.

Untuk membngun bangs Indonesia ke depan, dan kembalinya jati diri bangsa Indonesia yang siap dengan berbagai tantangan, maka Pembangunan Karakter berdasar nilai-nilai hol;istik yang diajarkan manusia agung yang dipercaya oleh mayoritas penduduk Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak boleh mengulang tragedi copy paste atas penerapan konsep-konsep tertentu yang hanya menciptakan “tikus-tikus “ percobaan yang fasih bernyanyi lagu Copy Paste, namun tidak membumi dimana dia berpijak.

Semoga sumpah pemuda 2011 ,ini benatr-benar melahirkan suatu tekad bulat bahwa kita akan membangun Generasi Muda Indonesia dengan karakter holistik yang telah digunbakan Rasulullah untuk membangun dirinya dan umatnya. Kalau tidak semua bangsa Indonesia seluruhnya, paling tidak umat Islam Indoneisa yang yakin akan Keagungan Karakter Nabi dan rasulnya Muhammad SAW.


No comments:

Post a Comment