Tuesday, August 7, 2012

DAKWAH DAN TABLIGH

"Harunysa kualitas dan validitas serta keteladanan juru dakwah diperhitungkan," kata Wakil Ketua Tim Pemantau TV Ramadan 1431 H dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Imam Suhardjo di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 6 Agustus 2012. Yang dilansir Tempo.co di bawah judul "Awas, Banyak Ustadz 'Gadungan' di Televisi" Majelis Ulama Indonesia melihat banyak ulama yang tidak berkompeten dan berintegrasi tampil menjadi penceramah agama di televisi.
Mungkin yang lain akan mengatakan "ballighuu 'anni walau ayatan" sampaikan apa yang dariku meskipun satu ayat. Sehingga dengan kemampuan yang lebih dari satu ayat, meskipun belum seluruhnya (integrated dan canggih) banyak saudara-saudara kita yang berani menyampaikannya kepada saudara-saudara lain melalui televisi. Sudah barang tentu semestinya sekedar menyampaikan sepanjang yang dia ketahui. Dalam taraf ini penyampai ini disebut sebagai mubaligh, bukan da'i.
Sedangkan untuk dakwah, sebagaimana tercantum pada ayat di atas, seseorang harus memahami kontent yakni "Jalan Tuhan-Mu" , Ad Din Al Islam, memiliki kompetensi affektif (bil Hikmah) dan Intelektual (Mujadalah) yang sudah barang tentu harus disertai contoh teladan yang baik (mauidzoh hasanah)yang dapat dikatakan sebagai kompetensi psikomotorik (prilaku) walaupun tentu saja mauidzotil hasanah jauh lebih komplek karena menyangkut berbagi ranah. Dakwah ini tidak sekedar menyampaikan, namun sebuah proses komplek dan panjang yang menuntut pengerahan segala sumber daya. Dakwah pada hakekatnya sebuah proses membangun masyarakat (Community development)yang berkesinambungan (Sustainable) dengan fondasi dan sibghogh "Ad Din Al Islam". Orang yang malakukan hal ini disebut Da'i. Dengan demikian , jika MUI ingin tampil sebagai kumpulan ulama yang mampu melakukan dakwah, maka harus juga dilihat apakah mereka (MUI) juga mampu menjadi pengembang-pengembang masyarakat menuku "sabili robbika" ? tidak sekedar memberi fatwa ? danm setelah sekian puluh tahun MUI berdiri apakah "Ad Din Al Islam" sudah menjadi tatanan di negeri ini ? Jika jauh panggang dari pada api, maka kiprah MUI pun harus ditingkatkan dan karakteristik orang-orang yang duduk di MUI harus memenuhi berbagai kompetensi itu, sebagai warosatuil ambiya.
Dengan uraian sederhana di atas, maka sesungguhnya dakwah merupakan pembangunan berkesinambungan dari suatu kondisi masyarakat menuju masyarakat ideal baldatun toyyibatun warobbun ghofuur. Dengan karakter khas sebagimana digariskan rosul bahwa "hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini" ada "Quality Progress" . Hal ini tentu tidak sekedar membutuhkan penyampaian (informasi) tetapi juga contoh, bimbingan dan pendampingan terus menerus. dan lebih dari itu, kesinambungan dan peningkatan kualitas umat itu tidak sekedar terhenti di dunia, namun juga hingga hari ahirat. Berkesinambungan dunia akhirat. Dakwah tidak dapat sekedar proses "one way trafic" , apalagi sekedar dilakukan melalui tayangan TV, oleh karena itu, harus dipertegas bahwa berbagai acara agama yang ada, hanyalah sekedar tabligh, dan tokohnya adalah Mubaligh. Dengan konteks demikian, maka siapapun dapat melakukannya meskipun pemahaman agamanya hanyalah satu ayat. jadi memang pada acara-acara TV tidak ada Da'i (asli sekalipun) yang ada hanyalah mubaligh.
Contoh riil dari dakwah adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat madani di kota Madinah. Rasul menyampaikan, memberi contoh, membimbing, melakukan negosiasi-negosiasi, argumentasi-argumentasi dll dalam upaya untuk menerapkan "kontent" sabili robbika di kota yang dahulunya bernama Yastrib. Proses demi proses dilakukan hingga Yastrib berubah menjadi Al Madinatul Munawaroh.
Segala sesuatu tentu ada sebab. Ketentuan sebab akhibat (taqdir kausalita) hal ini juga berlaku dalam dakwah. Apa yang menjadi fenomena saat ini, tentu saja tidak terlepas sebagai konsekuensi apa yang telah kita kita lakukan di masa lampau. Untuk merubah hal ini, maka segera melakukan hal yang berbeda dalam dakwak mutlak dilakukan. Dengan cara demikian kita akan lari dari satu takdir menuju ke takdir lain , senbagai mana sering kita pahami dalam kisah Rasul berikut : Suatu saat terjadi wagah di suatu daerah, wabah yg mematikan seorang dicegah datang kesana, dia menjawab kalau takdirnya mati ya mati, hidup ya hidup. Maka Rosul meluruskan pemahaman ini dengan menyatakan : “ jika anda tidak datang ke sana maka anda lari dari satu takdi ke takdir lain”. Orang terinfeksi, sakit dan mati adalah satu takdir, dan orang menghindari infeksi, sehat dan tetap hidup itu adalah takdir lain.
Kita diwajibkan ikhtiar, ikhtiar artinya Mengusahakan yang terbaik. Karena bagi seorang muslim sangat yakin, tidak ada balasan kebaikan kecualai kebaikan. Barangkali kita dapat awali dengan mereview apa yang akan kita lakukan ke depan . Dalam Alquran dijelaskan bahwa innaanzalna al Qurana fi lailatil mubarokah, dan dijelaskan bahwa fiiha yufroqu anil amril hakim. Mengawali apa yang akan kita lakukan ke depan termasuk perubahan dalam kaitannya berdakwah dan rencana hiduip lainnya pada malam penuh berkah.
Wahai orang orang yang beriman, hendaklah tiap diri memperhatikan apa yg telah dilakukan untuk hari esok. Pada maalm lailatul Mubarokah dinyatakan , ditentukan semua masalah kebijakan. Pertanyaannya adalah, proporsal hidup apa yang akan kita ajukan untuk diputuskan pd Lailatul mubarokah ? mungkin pd mlm itu kita ajukan proporsal hidup, berupa doa doa yang kita inginkan satu tahun ke depan untuk mendapat jodoh, rezki, keturunan, bisnis, karir dll yang kita inginkan kita ajukan, kita mohonkan kpd Allah untuk diwujudkan.
Berbeda dengan manusia, yang keberatan jika diminta berbagai hal, Allah SWT , justru sangat mencintai hamba-hamba-Nya yang banyak meminta apapun kepada-Nya. Memohon apapun, proporsal hidup apapun hanya kepada-Nya. Semoga, proporsal hidup kita, dikabulkan Allah dan maujud dalam hari-hari kedepan. Insya Allah.
Manfaatkan sepuluh hari terakhir untuk Mereview Rencana hidup kita ke depan. Melalui doa-doa dalam i'tikaf Ramadhan.

No comments:

Post a Comment