Friday, December 14, 2012

TAKDIR BARU, PANJANG UMUR

1.Memahami takdir Melalui Sel : Omnis Cellula Cellula (Virchof, 1858) adalah teori tentang sel yang menjelaskan bahwa setiap sel berasal dari sel sebelumnya. Teori ini mempertegas bahwa sel merupakan unti pertumbuhan . sementara itu, Schleilden & Schwan mengungkapkan bahwa sel merupakan unit structural , sel adalah penyusun tubuh mahluk hidup (Rochmah dkk, 2009).
Melalui kemampuan pertumbuhan , reproduksi/regenerasi baik melalui mitosis maupun meiosis sel bertamabah, berkembang , sel melahirkan sel, memebentuk sejumlah sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama yang disebut jaringan. Jaringan membentuk orga, selanjutnya membentuk system organ dan pada akhirnya membentuk organisdme atau individu mahluk hidup.
Analog dengn tahapan-tahapan pertumbuhn dan pembentukan struktur tubuh individu, tahapan-tahapan kematian organism dapat dipahami melalui pendekatan yang sama. Radikal bebas, bahan-bahan oksidatif dalam tubuh pada awalnya akan mengakibatkan sel mengalami kematian. Proses ini terus berlanjut dimana pada tahap berikutnya adalah kematian jaringan kemudian kematian organ, system organ dan pada tahap lenjut adalah kematian organisme atau individu mahluk hidup. JIka itu terjadi pada manusia, makan individu orang tersebut mengalami lematian. Dapat dikatakan bahwa radikal bebas, yang bersifat oksidatif mengakibatkan kematian sel yang pada akhirnya mengakibatkan kematian individu. Konsekuansinya, makin banyak memasukan zat-zat oksidatif dalam tubuh akan mempercepat terjadinya kematian sel, yang pada akhirnya mempercepat kematian individu . Inilah sebuah takdir.
2.Lari dari Satu Takdir ke Takdir Lain عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ z خَرَجَ إِلَى الشَّامِ، حَتَّى إِذَا كَانَ بِسَرْغٍ لَقِيَهُ أُمَرَاءُ الْأَجْنَادِ، أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ وَأَصْحَابُهُ، فَأَخْبَرُوهْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِأَرْضِ الشَّامِ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَقَالَ عُمَرُ: ادْعُ لِي الْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ. فَدَعَاهُمْ فَاسْتَ شَارَهُمْ، وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ، فَاخْتَلَفُوا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَدْ خَرَجْتَ لِأَمْرٍ، وَلَا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ n، وَلَا نَرَى أَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَباَءَ. فَقَالَ: ارْتَفِعُوا عَنِّي. ثُمَّ قَالَ: ادْعُ لِي الْأَنْصَارَ. فَدَعَوْتُهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ، فَسَلَكُوا سَبِيلَ الْمُهَاجِرِينَ وَاخْتَلَفُوا كَاخْتِلَافِهِمْ، فَقَالَ: ارْتَفِعُوا عَنِّي. ثُمَّ قَالَ: ادْعُ لِي مَنْ كَانَ هَا هُنَا مِنْ مَشَيْخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَاجِرَةِ الْفَتْحِ. فَدَعَوْتُهُمْ، فَلَمْ يَخْتَلِفْ مِنْهُمْ عَلَيْهِ رَجُلَانِ، فَقَالُوا: نَرَى أَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ وَلَا تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءَ. فَنَادَى عُمَرُ فِي النَّاسِ: إِنِّي مُصَبِّحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ. قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ: أَفِرَاراً مِنْ قَدَرِ اللهِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا، يَا أَبَا عُبَيْدَةَ؟! نَعَمْ، نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللهِ إِلَى قَدَرِ اللهِ، أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِياً لَهُ عَدوتان، إِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ، وَالْأُخْرَى جَدْبَةٌ، أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ، وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ؟ قَالَ: فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَكَانَ مُتَغَيِّباً فِي بَعْضِ حَاجَتِهِ، فَقَالَ: إِنَّ عِنْدِي فِي هَذَا عِلْماً، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ n يَقُولُ: إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَاراً مِنْهُ. قَالَ: فَحَمِدَ اللهَ عُمَرُ ثُمَّ انْصَرَفَ. Abdullah bin Abbas c mengisahkan kala Umar bin al-Khaththab z melakukan perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh1, beliau ditemui oleh para amir kota-kota wilayah Syam2, Abu Ubaidah dan para sahabatnya3. Mereka mengabarkan bahwa wabah tha’un sedang melanda Syam.
Umar berkata, “Kumpulkan kepadaku sahabat muhajirin yang pertama!”4 Umar memberitahukan kepada mereka bahwa wabah tha’un telah berjangkit di Syam lalu meminta pendapat mereka. Ternyata sahabat Muhajirin berselisih pendapat. Sebagian mereka berkata, “Engkau pergi untuk suatu urusan dan kami tidak sepakat jika engkau kembali.” Sebagian lain berkata, “Bersama engkau masih banyak rakyat dan para sahabat. Kami tidak sepakat jika engkau membawa mereka menuju wabah tha’un.” Umar berkata, “Tinggalkanlah aku. Tolong panggilkan sahabat-sahabat Anshar!” Aku pun memanggil mereka. Ketika dimintai pertimbangan, mereka juga bersikap dan berbeda pendapat seperti halnya orang-orang Muhajirin. Umar berkata, “Tinggalkanlah aku!” Lalu ia berkata, “Panggilkan sesepuh Quraisy yang dahulu hijrah pada waktu penaklukan (Fathu Makkah) dan sekarang berada di sini!” Aku pun memanggil mereka. Mereka ternyata tidak berselisih. Mereka semua berkata, “Menurut kami, sebaiknya engkau kembali bersama orang-orang dan tidak mengajak mereka mendatangi wabah ini.”
(Setelah mendengar berbagai pendapat –pen.) Umar berseru di tengah-tengah manusia (berijtihad memutuskan apa yang beliau anggap mendekati kebenaran –pen.), “Sungguh aku akan mengendarai tungganganku untuk pulang esok pagi. Hendaknya kalian mengikuti!”
Abu Ubaidah bin Jarrah z bertanya, “Apakah untuk menghindari takdir Allah?” Umar menjawab, “Kalau saja bukan engkau yang mengatakan itu, wahai Abu Ubaidah (tentu aku tidak akan heran –pen.). Ya, kita lari dari satu takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Apa pendapatmu seandainya engkau mempunyai seekor unta yang turun di sebuah lembah yang memiliki dua lereng, salah satunya subur dan yang kedua tandus. Jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, bukankah engkau menggembalakannya dengan takdir Allah? Begitu pun sebaliknya. Kalau engkau menggembalakannya di tempat yang tandus, bukankah engkau menggembalakannya juga dengan takdir Allah?”
Ibnu Abbas c berkata, “Tiba-tiba datanglah Abdurrahman bin ‘Auf, yang sebelumnya tidak hadir karena keperluannya. Ia berkata, ‘Sungguh aku memiki ilmu tentang masalah ini. Aku mendengar Rasulullah n bersabda: إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَاراً مِنْهُ ‘Jika engkau mendengar wabah tha’un di sebuah negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Dan seandainya wabah tha’un terjadi di negeri yang engkau tinggali, janganlah engkau meninggalkan negerimu karena lari dari tha’un’.” Ibnu Abbas berkata, “(Begitu mendengar hadits tersebut), Umar memuji Allah lalu meninggalkan majelis.”
3. Menuju Takdir Lain : Pada bagian terdahulu menunjukan bahwa ada takdir takdir yang telah ditetapkan Allah atas segala sesuatu. Radikal-radikal bebas, ditakdirkan mematikan sel-sel yang pada akhirnya dapat membuat individu menemui ajalnya. Analog dengan permasalahan tersebut, anti oksidan-anti oksidan yang dapat melumpuhkan radikal-radikal bebas dan zat-zat oksidatif membuat kemampuan radikal bebas dalam mematikan selk, jaringan, organ, system organ dan individu mengalami kegagalan . Sehingga sel dan tingkat structural tubuh pada level di atasnya tetap hidup atau panjang umur, inilah yang disebut sebagai takdir lain.
4.Sayur Mayur dan Jamur
Sayur mayor dan jamur kaya akan berbagai nutrisi baik makronutrisi (Air, Karbohidrat, Protein dan lemak) maupun mikronutrisi (Vitamin, mineral, berbagai pigmen , serta alkaloid dan flavonoid dll) sangat penting bagi kehidupan sel, jaringan, oragan, system organ dan organisme (Individu). Mengkonsumsi “Sayur dan Jamur” berarti menyediakan berbagai komponen yang memungkinkan sel dan pada akhirnya struktur tubuh pada level di atasnya tetap mampu menjalankan fungsinya termasuk dalam beregenerasi , sehingga individu pada tingkat paling tinggi dapat tetap hidup, panjang umur !
Ini berarti, mengkonsumsi “Sayur dan Jamur” adalah upaya untuk menuju takdir lain, Panjang Umur !

No comments:

Post a Comment